JUAL AIR MADU ASLI DAN KEBUN KELAPA SAWIT BAGI YANG BERMINAT HUBUNGI MUSANIF EFENDI (082332991266)

TAWARAN

KAMI MENUAL AIR MADU LIAR ASLI DAN KEBUN KELAPA SAWI BERMINAT HUBUNGI 082332991266

Monday, October 26, 2015

ARTIKEL KELAPA SAWIT

Industri kelapa sawit merupakan sektor primadona penuh berkah yang menyumbang banyak devisa bagi Provinsi Sumatera Utara (Sumut) bahkan Bangka Belitung dan juga bahkan Indonesia. Ada lima juta orang di Indonesia menggantungkan hidup di sektor tersebut baik sebagai pemilik kebun/lahan kelapa sawit (3,82 juta jiwa) maupun karyawan (1,18 juta jiwa).
Pada Juli 2014, nilai ekspor produk kelapa sawit Sumut ke berbagai negara mencapai US$ 5,601 miliar. Selain potensial dikembangkan dalam berbagai macam produk turunan industri, kelapa sawit juga memiliki banyak keunggulan, selain harganya kompetitif, kualitasnya bagus dan produksinya efisien.

Contoh produk turunan kelapa sawit bisa diproduksi menjadi bahan pangan seperti minyak goreng, shortening, vegetable ghee dan margarin, bahan busa pada industri sabun, bahan kimia methyl ester, gliserin, bahan pelumas industri baja, industri tekstil, kosmetik, dan paling vital bisa menjadi alternatif energi biodiesel pengganti BBM. Luar biasa bukan?

Semenjak harga crude palm oil (CPO) melonjak naik di pasar internasional, banyak petani sawit mendadak jadi orang kaya baru karena tercatat 47,65% produksi nasional dikuasai petani/perkebunan rakyat, selebihnya perusahaan swasta (43,88%) dan negara. Harga tandan buah segar (TBS) per kilogram berkisar Rp 1.000 sampai Rp 1.500 - bahkan pernah mencapai Rp 1.800 lebih - membuat petani sawit seolah mendapat rezeki jatuh dari langit. Banyak rumah baru dibangun, kendaraan roda dua dan roda empat makin ramai memadati jalan karena selalu habis dibeli petani sawit dan anak-anak petani sawit pun leluasa meneruskan pendidikannya lebih tinggi lagi baik di Kota Medan maupun di Pulau Jawa.

Sekelumit berkah dari industri sawit memang sangat terasa bagi kehidupan masyarakat. Itu pun ekspor CPO (60-70%) masih dalam bentuk bahan mentah.

Bayangkan bila mampu mengolah sendiri, minimal ada pabrik industri pengolahan 47 lebih produk turunan dari kelapa sawit di wilayah Sumut, pasti memiliki nilai tambah dan harganya akan jauh lebih kompetitif. Perusahaan pengolahan produk turunan kelapa sawit bermunculan, lapangan pekerjaan melimpah, menyerap banyak pengangguran, serta kesejahteraan petani dan buruh semakin membaik sehingga kelapa sawit yang diekspor tidak melulu bahan mentah CPO, tapi sudah menjadi produk industri yang harganya jauh lebih kompetitif dan bernilai tambah.

Baru-baru ini banyak petani kelapa sawit mengeluh. Harga dulunya sekitar Rp 1.400-Rp 1.800, kini tinggal Rp 600-Rp 700 per kilogram TBS. Kondisi tersebut menjadi pukulan telak, terutama bagi petani kelapa sawit yang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah dan perguruan tinggi yang membutuhkan banyak biaya.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), anjloknya harga TBS dipicu penurunan volume ekspor CPO Sumut dan produk turunannya ke India hingga mencapai 42,71% dari nilai ekspor sebelumnya. Semester I tahun 2013 nilai ekspor ke India mencapai US$ 473,214 juta, kini semester I tahun 2014 hanya US$ 271,112 juta.

Meskipun minyak sawit dan produk turunannya tidak hanya diekspor ke India, tetapi juga ke Eropa, China, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Malaysia, namun penurunan volume ekspor tersebut terasa bagi masyarakat petani sawit.

Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ada 1.911 industri kelapa sawit di Indonesia yang menghasilkan 23,5 juta ton CPO dari area lahan 8,2 juta hektare dengan produksi 3,7 ton per hektare per tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai tujuh ton per tahun.

Meski memiliki lahan luas, sebanyak 20% (1,64 juta hektare) adalah milik Malaysia yang berinventasi ke Indonesia, di Malaysia industri hilir pengolahan kelapa sawit sudah mampu menghasilkan 100 lebih produk turunan, sementara Indonesia baru mampu menghasilkan 47 produk turunan, meningkat dari sebelumnya yang hanya 23 macam produk turunan.

Masa depan indutri kelapa sawit sangat cerah baik bagi petani sawit maupun negara dari penerimaan devisa ekspor. Isu negatif kampanye hitam perusakan lingkungan, isu hitam kesehatan produk kelapa sawit, harus dilawan dengan meningkatkan kuantitas dan mutu produksi kelapa sawit, di samping bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap lestari.

Bila produk turunan kelapa sawit mampu diolah sendiri, maka pangsa pasar dalam negeri juga cukup besar, tanpa harus tergantung pemintaan pasar luar negeri, terutama untuk energi biodiesel yang kini sangat dicari terkait menipisnya cadangan energi fosil. Selain itu, efisiensi produksi dan berbagai macam keunggulan produk kelapa sawit baik dari segi kualitas, kuantitas maupun harga mengalahkan produk serupa dari jagung, bunga matahari dan kedelai.

Untuk memproduksi bunga matahari, jagung dan kedelai sebagai bahan baku berbagai industry, butuh lahan yang jauh lebih luas dan masa panen jauh lebih lama, serta perawatan intensif lebih rumit dibandingkan kelapa sawit. Inilah menjadi pemicu sekaligus dipandang ancaman bagi industri Eropa dan Amerika sebagai penghasil bunga matahari, jagung dan kedelai, tersaingi keberadaan kelapa sawit yang harganya murah, kualitas jauh lebih bagus dan kuantitasnya jauh lebih banyak. Maka tak heran bila kemudian untuk menurunkan pamor kelapa sawit dihembuskan isu negatif merusak lingkungan, kesehatan, dumping dan berbagai isu lainnya.

Menyikapi hal ini, kunci utamanya adalah memajukan kualitas dan kuantitas produksi, memperbanyak ragam turunan produk industri, serta sadar menjaga lingkungan agar selain bisa untung lingkungan juga tidak rusak

0 comments:

Post a Comment